Kamis, 14 Mei 2015

Desa Wisata Tempur


”Desa Tempur”, terletak di lereng gunung muria masuk wilayah
kecamatan keling kabupaten jepara karna hal ini yang membuat “Desa Tempur”
merupakan desa tertinggi di kabupaten jepara sedangkan jarak dari pusat kota
sekitar 50 km kearah timur.
Desa Tempur dikelilingi gunung baik utara, barat, selatan,
timur hal ini yang membuat pesona alam di desa tempur apik. Keindahan gunung –
gunung yang berjajar diantara pandangan hijaunya persawahan, hembusan angin
yang menyejukkan dengan diiringi suara hilir arus aliran sungai disepanjang
perjalanan. Keindahan sungai desa tempur yang masih alami, sumber mata air yang
langsung dari pegunungan muria membuat sungi ini jernih dan menyegarkan. Banyak
sungai yang tersebar di desa tempur.
Mayoritas masyarakat Desa Tempur bekerja dalam bidang Produk
unggulan dari Desa Tempur adalah Kopi Tempur. Kopi Tempur adalah kopi yang
sudah tersohor di Jepara bahkan sudah di ekspor ke luar negeri. Kopi Tempur
kini sudah masuk salah satu hotel di Jepara yaitu BayFront Villa di Pantai
Teluk Awur. Kopi Tempur berasal dari desa Tempur kecamatan Keling.Selain kopi
desa tempur juga mempunyai buah unggulan yaitu Salak.
 Profil Desa Tempur :
Profil Kegiatan/Aktifitas Masyarakat :
IMG_0337 (Copy) IMG_0339 (Copy)
Profil Potensi Wisata :
1. Alam
2. Situs Candi
Candi Bubrah
Candi Bubrah
_MG_8741
Candi Angin
 
 
 
Sumber : http://ticjepara.com/?p=38

Sabtu, 28 Maret 2015

Dishubkominfo Akan Buat Bus Trans Jepara


JEPARA - Kepala Bidang Perhubungan Darat Dishubkominfo Setyo Adhi di masa mendatang, pihaknya memiliki rencana untuk membuat angkutan terpadu. Yakni mirip dengan bus trans atau semacamnya.
Pemilik kendaraan umum bisa berinvestasi, dengan sistem bagi hasil. Rencana ini dimaksudkan, agar sopir angkutan umum tidak kehilangan pekerjaannya.
”Tapi ini hanya wacana, dan perlu kajian serta kesepakatan berbagai pihak,” kata Setyo kepada murianews.
Diketahui, jumlah kendaraan bermotor di Kota Ukir setiap tahun terus bertambah. Data dari Unit Regident Satlantas Polres Jepara mencatat, setiap bulan jumlah kendaraan bermotor bertambah hingga 2.500 unit. Dari jumlah tersebut, didominasi kendaraan roda dua. Sementara kendaraan roda empat, diperkirakan hanya satu sampai dua persen saja. (Wahyu KZ / Aries Budi)


sumber dari = http://www.murianews.com/index.php/item/9037-dishubkominfo-akan-buat-angkutan-terpadu-untuk-warga

Minggu, 01 Maret 2015

Waduk Klebut Peninggalan Belanda

Pada zaman penjajahan Belanda terdapat pembuatan waduk. Sungai dari sumber mata air pegunungan daerah Sinatah Muria yang mengalir sampai desa Bondo. Pembuatan waduk tersebut bertujuan untuk pengairan atau irigasi untuk mengairi persawahan desa Jeruk wangi sampai desa Bondo.

Daerah pengairan atau irigasi tersebut dinamakan Klebut. Dahulu desa Jeruk wangi adalah hutan yang lebat jauh dari pemukiman. Dulunya masih saat zaman Kerajaan Majapahit, daerah tersebut di jajah oleh penjajah Belanda pada zaman mata uang masih cen, mener, godem, slaka tahun 1936.

Karena lamanya penjajah Belanda menjajah daerah Jeruk wangi, penjajah Belanda menemukan sungai dan dibuatkannya irigasi itu. Setelah Belanda pergi dari daerah Jeruk wangi di jajah lagi oleh penjajah Jepang kira-kira tahun 1942 dan Klebut ditemukan dan digunakan oleh orang Jepang.

Setelah Belanda dan Jepang pergi dari desa Jeruk wangi, tanah di daerah tersebut tidak ada pemiliknya atau tidak ada yang mengakui dan daerah itu diakui oleh orang Jambu Sekuro dan sekarang jadi desa Jeruk Wangi. Desa Jeruk wangi mempunyai tiga dukuh yaitu dukuh Krajan, Poring, dan Seminding yang dipisahkan sungai antar sungai.

Pertama kali orang yang menempati perdukuhan adalah Sarpo dan Simboh dua orang itu asal Srobyong. Kepala Desa Jeruk wangi yang pertama yaitu Bapak Rasiden. Hutan Jeruk wangi seluas 99 hektar di bandingkan dengan desa Bondo yang hanya 40 hektar hutan.

Kini daerah Klebut menjadi irigasi yang sangat membantu desa Jeruk wangi dan desa Bondo. Dahulu Klebut sangat bagus karena ada yang merawat. Lama kelamaan, tahun berganti tahun pasti ada kerusakan yang menjadikan Klebut tidak seindah dulu, “Apabila Klebut ada yang mengurus dan dijadikan tempat wisata pasti desa Jeruk wangi terkenal oleh orang banyak,” harap Mbah Marnoto.

Mbah Marnoto seorang kakek yang lahir tahun 1920 sekarang usia 95 tahun, mempunyai 6 anak yang tinggal di desa Jeruk wangi dukuh Seminding yang menjadi narasumbar yang menceritakan sejarah desa Jeruk wangi. (Ayu Amelia/qim)










sumber dari = http://www.soearamoeria.com/2015/05/waduk-klebut-warisan-penjajah.html


Jepara, soearamoeria.com
Pada zaman penjajahan Belanda terdapat pembuatan waduk. Sungai dari sumber mata air pegunungan daerah Sinatah Muria yang mengalir sampai desa Bondo. Pembuatan waduk tersebut bertujuan untuk pengairan atau irigasi untuk mengairi persawahan desa Jeruk wangi sampai desa Bondo.
Daerah pengairan atau irigasi tersebut dinamakan Klebut. Dahulu desa Jeruk wangi adalah hutan yang lebat jauh dari pemukiman. Dulunya masih saat zaman Kerajaan Majapahit, daerah tersebut di jajah oleh penjajah Belanda pada zaman mata uang masih cen, mener, godem, slaka tahun 1936.
Karena lamanya penjajah Belanda menjajah daerah Jeruk wangi, penjajah Belanda menemukan sungai dan dibuatkannya irigasi itu. Setelah Belanda pergi dari daerah Jeruk wangi di jajah lagi oleh penjajah Jepang kira-kira tahun 1942 dan Klebut ditemukan dan digunakan oleh orang Jepang.
Setelah Belanda dan Jepang pergi dari desa Jeruk wangi, tanah di daerah tersebut tidak ada pemiliknya atau tidak ada yang mengakui dan daerah itu diakui oleh orang Jambu Sekuro dan sekarang jadi desa Jeruk Wangi. Desa Jeruk wangi mempunyai tiga dukuh yaitu dukuh Krajan, Poring, dan Seminding yang dipisahkan sungai antar sungai.
Pertama kali orang yang menempati perdukuhan adalah Sarpo dan Simboh dua orang itu asal Srobyong. Kepala Desa Jeruk wangi yang pertama yaitu Bapak Rasiden. Hutan Jeruk wangi seluas 99 hektar di bandingkan dengan desa Bondo yang hanya 40 hektar hutan.

Kini daerah Klebut menjadi irigasi yang sangat membantu desa Jeruk wangi dan desa Bondo. Dahulu Klebut sangat bagus karena ada yang merawat. Lama kelamaan, tahun berganti tahun pasti ada kerusakan yang menjadikan Klebut tidak seindah dulu, “Apabila Klebut ada yang mengurus dan dijadikan tempat wisata pasti desa Jeruk wangi terkenal oleh orang banyak,” harap Mbah Marnoto.
Mbah Marnoto seorang kakek yang lahir tahun 1920 sekarang usia 95 tahun, mempunyai 6 anak yang tinggal di desa Jeruk wangi dukuh Seminding yang menjadi narasumbar yang menceritakan sejarah desa Jeruk wangi. (Ayu Amelia/qim)
- See more at: http://www.soearamoeria.com/2015/05/waduk-klebut-warisan-penjajah.html#sthash.PdrbZOzK.dpuf